Paradigma Keilmuan EPSRT

Kekhasan Visi Prodi Informatika

Paradigma Eco-Socio-Psycho-Religio-Technic (ESPRT) 

Paradigma Eco-Socio-Psycho-Religio-Technic (ESPRT) dalam pengkajian dan pengembangan sistem komputasi merupakan penciri khas sekaligus karakter dalam pengembangan serta diseminasi pengetahuan yang diterapkan oleh Prodi Informatika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Wawasan ini diimplementasikan sebagai worldview dalam rangkaian kerja-kerja akademik di lingkungan Prodi Informatika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penerapan paradigma ini diharapkan dapat memberi warna dalam studi pada disiplin ilmu komputasi yang pada akhirnya diarahkan untuk bisa menyumbangkan dampak nyata pada pengembangan keilmuan dan pemajuan peradaban.

Sebagai turunan kongkrit (a concrete manifestation) dari core values UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu pengkajian ilmu yang bersifat integratif-interkonektif, paradigma ESPRT membuka peluang sekaligus mendorong strategi pengembangan pengetahuan yang bersifat multi-, inter-, dan trans-disiplin. Perkembangan problematika kehidupan manusia saat ini dan ke depan tidak akan memadai lagi jika hanya diselesaikan melalui pendekatan mono-disiplin yang cenderung bersifat silo-centric. Sebagai salah satu disiplin ilmu, informatika diharapkan bisa lebih mampu memberikan kontribusi berupa solusi-solusi kongkrit atas problematika kehidupan riil ketika membuka diri untuk berkolaborasi dengan disiplin ilmu yang lain.

Kajian keilmuan yang menerapkan paradigma ESPRT diarahkan bersifat pro-etik (profetik) yang berbasis pada kerangka etik keagamaan. Melalui kerangka ini, kajian pada bidang sistem komputasi perlu memahami adanya batasan-batasan etik agar sistem komputasi yang dikaji dan dikembangkan dapat bersifat ecological friendly, sociologically harmonious, psychologically nurturing and compatible, dan technically functional. Kesesuaian/kepatuhan (compliance) terhadap paradigma ESPRT ini perlu diterapkan baik dalam proses yang dilakukan maupun terhadap produk kajian dan pengembangan sistem komputasi yang dihasilkan.

Selain bersifat profetik, paradigma ESPRT juga tidak menafikan adanya unsur estetik dalam kajian dan pengembangan sistem komputasi. Paradigma ESPRT juga memberi ruang pada pengkajian dan pengembangan sistem komputasi yang bersifat pro-estetik (prostetik). Meski demikian, dalam paradigma ESPRT, sifat prostetik tersebut tetap perlu berada dalam bingkai kerangka etik yang diterapkan.

Secara religio-spiritual, paradigma ESPRT bisa dilacak akarnya dari beberapa ajaran agama. Islam mengajarkan bahwa manusia perlu memiliki hubungan baik dengan Tuhan (Hablum Minallah - ِللها َ ن ِ م ٌ لْب َح ), dengan sesama manusia (Hablum Minannas - ِ ساَّنلا َ ن ِ م ٌ لْب َح ), dan dengan alam semesta (Hablum Minal ‘Alam - ِ مَلاَعْلا َ ن ِ م ٌ لْب َح ). Dalam ajaran Hindu, dikenal falsafah Tri Hita Karana. Ajaran ini menekankan bahwa dalam kehidupan di dunia, manusia perlu memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. Di kalangan Kristiani, filsuf Raimon Panikkar, juga mengenalkan konsep cosmotheandric. Melalui pola hubungan yang baik dengan Cosmos (alam semesta), Theos (Tuhan), dan Andros (sesama manusia) diharapkan akan tercapai kehidupan yang harmonis